Flash Vortex

Mini Map

free counters

Rabu, 28 Maret 2012

Sindrom Serangan Mematikan dan Pemain Sepak Bola


Getty Images/Clive RoseSerangan jantung terhadap pemain sepak bola yang tengah bertanding kembali terjadi. Tidak lama setelah insiden Muamba, pada hari Kamis 22 Maret 2012 seorang pemain kompetisi semi-pro India meninggal dunia setelah ambruk karena serangan jantung pada menit ke-73. 

Pemain bernama D. Venkatesh dari klub Bangalore Mars itu meregang nyawa karena terlambat ditangani. Tak ada ambulans yang bisa membawanya segera ke rumah sakit.

Yang terjadi pada Muamba dan Venkatesh seakan-akan mendobrak pepatah abadi bahwa olahraga adalah kegiatan menyehatkan tubuh. Namun masalahnya, Muamba dan Venkatesh melakukan olahraga dalam konotasi profesi dan industri. Artinya juga bergantung pada unsur lain agar tubuh tetap fit.

Dan insiden mereka bukanlah yang pertama. Di Inggris Raya, Clive Clarke dari Leicester City mendapat serangan jantung ketika tengah bertanding pada tahun 2007. Clarke selamat dari kematian, namun harus melupakan karir sepak bolanya.

Pada tahun 2007 pula, pukulan besar bagi sepak bola profesional dunia terjadi kala pemain muda Spanyol dan Sevilla, Antonio Puerta, meninggal dunia kala sedang bermain. Dua tahun kemudian, Daniel Jarque dari Espanyol tutup usia saat tengah melakukan persiapan pra-musim dengan timnya.

Singkatnya, dalam 10 tahun terakhir, sindrom serangan mematikan (sudden death syndrome) terus terjadi. Salah satu pemain yang menjadi korban adalah eks gelandang Lyon dan Manchester City, Marc Vivian Foe, yang tutup usia pada 2003. Hasil penelitian menunjukkan 93 persen kematian dalam olahraga disebabkan sindrom tersebut.

Setelah Puerta meninggal, para pemain di La Liga Spanyol sempat mempertanyakan profesionalisme uji kesehatan yang dilakukan klub-klub. Kiper Real Madrid dan tim nasional Spanyol, Iker Casillas, paling keras mempertanyakan hal itu. Mereka merasa terancam. 

Kini klub Spanyol tak mau gegabah. Mereka melakukan pemeriksaan kesehatan secara detail kepada para pemainnya, termasuk organ jantung.

Sementara itu, belajar dari insiden Muamba, FA tengah merancang kewajiban kepada seluruh klub yang terlibat di kompetisi agar mengadakan pemeriksaan jantung dan organ penting lainnya terhadap para pemain. Tottenham, misalnya, memanggil dokter spesialis jantung ke markas klub untuk memeriksa seluruh pemain mereka sehari setelah insiden Muamba.

Selain FA, sejumlah federasi yang memiliki kemapanan industri sepak bola juga menunjukkan gelagat untuk mengintensifkan kewajiban pemeriksaan kesehatan yang dilakukan klub terhadap pemain. UEFA dan FIFA juga tengah menggodok aturan resminya.

Yang mereka lakukan adalah dalam rangka menjaga wajah sepak bola tetap humanis. Pertandingan sepak bola harus tetap kondusif bagi kesehatan pemain. “Fair play” bukan hanya dalam permainan, tetapi juga dalam tata kelola, termasuk kesehatan para pemain. 

Semoga kejadian yang dialami Muamba dan Venkatesh adalah yang terakhir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar